R.M Imam Koessoepangat
Ilmusetiahati.com -R.M Imam Koessoepangat Sebelum melihat jauh kedepan mengenai perkembangan Persaudaraan Setia Hati Terate sekarang ini, kita ingatkan julukan “Pendhita Wesi Kuning”. Siapakah Pendhita Wesi Kuning itu? Ia dikenal seorang yang berdedikasi tinggi, dalam kamus hidupnya tidak ada kata menyerah dalam menghadapi tantangan. Pola hidupnya sederhana meskipun ia sendiri dilahirkan dari keluarga yang bermartabat, penerus trah kusumah rembesing madu amaratapa wijiling handanawarih. Kiatnya “Sepiro gedhening Sengsoro Yen Tinompo Amung dadi Cobo” dan kiat itu dihayatinya dijabarkan dalam lakunya sampai akhir hayatnya.
Ia teguh dalam pendiriannya yakni mengabdi pada sesama maka orang – orangpun memberi julukan ” Pendhita Wesi Kuning “ ( konon julukan ini mengacu pada warna wesi kuning sebagai senjata kedewataan yang melambangkan ketegaran, kesaktian, kewibawaan sekaligus keluhuran ). Ketika ia ditanya, siapakah orang yang paling dicintainya di dunia ini ?.ia akan menjawab dengan tegas ” Ibu “. Dan ketika ia ditanya organisasi apakah yang paling ia cintai selama di dunia ini ?.maka ia pun akan mengatakan ” Persaudaraan Setia Hati Terate “.
Dua jawaban di atas, pertanyaan yang mengacu pada kedalaman rasa itu telah dibuktikan tidak hanya ucapan belaka tetapi dengan kerja nyata. Hampir sepanjang hidupnya, waktu, tenaga, pikiran dan jiwanya dipersembahkan demi baktinya kepada keduanya itu. Yakni ibu, seorang yang telah berjasa atas keberadaan di dunia ini dan Persaudaraan Setia Hati Terate sebuah organisasi tempat menemukan jati diri, sekaligus ajang dharma baktinya dalam rangka mengabdi kepada sesama.
Dialah Raden Mas Imam Koessoepangat, Putra ketiga dari pendawa lima. Yang lahir dari garba : Raden Ayu Koesmiyatoen dengan Raden Mas Ambar Koessensi. Bertepatan pada hari jum`at pahing tanggal 18 november 1938, di Madiun kakek beliau ( Kanjeng Pangeran Ronggo Ario Koesnoningrat ) adalah bupati Madiun VI dan nenek-nya ( Djuwito ) atau (Raden Ajeng Pangeran Ronggo Ario Koesnoningrat ), merupakan figur yang disegani pada saat itu.
Menurut keterangan dari pihak keluarganya, trah Kanjeng Pangeran Ronggo Ario Koesodiningrat selain dikenal sebagai penerus darah biru juga dikenal sebagai bangsawan yang suka bertapa brata, yaitu suatu laku untuk mencari hakikat hidup dengan jalan meninggalkan larangan – larangan yang sudah ditetapkan oleh Allah SWT, serta membentengi diri dari pengaruh keduniawian. Bakat alam yang mengalir dalam darah kakeknya ini, dikemudian hari menitis ke dalam jiwa Raden Mas Imam Koessoepangat, dan mengantarkan menjadi seorang Pendekar yang punya Kharisma dan disegani sampai ia sendiri dijuluki “ Pandhita Wesi Kuning ”.
Masa Kecil
Masa kecil Raden Mas Imam Koessoepangat dilalui dengan penuh suka dan duka, ia seperti halnya saudara – saudara kandungnya ( Raden Mas Imam Koesoenarto dan Raden Mas Imam Koesenomihardjo, kakak serta Raden Mas Imam Koeskartono dan Raden Mas Abdullah Koesnowidjodjo, adik ) hidup dalam asuhan kedua orang tuanya, menempati tempat tinggal kakeknya dilingkungan Kabupaten Madiun. ( menurut sumber terate ) semasa kecilnya, Raden Mas Imam Koesoepangat belum menunjukan kelebihan yang cukup berararti. Di sekolahnya ( SD latihan duru satu : sekarang SD N Indrakila Madiun ) ia bukan tergolong siswa yang paling menonjol, salah satu nilai lebih yang dimiliknya barangkali hanya karena keberanianya. Selain ia sendiri sejak kecil sudah dikenal sebagai bocah yang jujur dan suka membela serta suka menolong teman – teman sepermainanya.
Ketika berumur 13 tahun, semasa ia haus damba kasih dari ayahanda nasib berbicara lain Raden Mas Ambar Koesensi ( ayahanda tercinta ) dipanggil ke Hadirat Allah SWT, tepatnya pada tanggal 15 maret 1951, sewaktu ia masih duduk di kelas 5 SD N. Raden Mas Imam Koessoepangat kecil pun seperti tercerabut dari dunia kekanak – kanaknya, sepeninggalnya orang yang di cintainya itu sempat menggetarkan jiwanya. Namun kematian tetap kematian tidak seorang pun mampu menolak kehadiranya. Begitu juga yang terjadi pada Raden Mas Ambar Koesensie.
Hari – hari berikutnya Raden Mas Imam Koesseopangat diasuh langsung oleh ibunda Raden Ajeng Koesmiatoen Ambar Koesmiatoen. Di waktu – waktu senggang ibunda sering kali mendongeng tentang pahlawan – pahlawan yang dikenalnya dan tidak lupa memberi petuah hidup. Berawal dari tatakrama pergaulan, tatakrama menembah ( bertaqwa kepada Allah SWT ) sampai merambah pada pengertian budi luhur dan mesubrata.
Masuk Persaudaraan Setia Hati Terate
Benih luhur yang ditanamkan ibundanya itu lambat laun ternyata mampu mengendap dan mengakar di dalam jiwa Raden Mas Imam Koessoepangat, ia lebih akrab dengan panggilan “ ARIO ” perhatianya terhadap nilai – nilai budi luhur kian mekar bagai bak terate di tengah telaga. Semenjak kecil sudah menyukai laku tirakat, seperti puasa dll, sejalan dengan itu sikapnya mulai berubah ia mulai bisa membawa diri menempatkan perasaan serta menyadari keberadaannya. Gambaran seorang Ario kecil, sebagai bocah ingusan, sedikit demi sedikit mulai di tinggalkannya.
Rasa keingintahuan terhadap berbagai pengetahuan terutama ilmu kanuragan dan kebatinan yang menjadi idaman semenjak kecil kian hari semakin membakar semangatnya. Melecut jiwanya untuk segera menemukan jawabanya,barang kali terdorong oleh rasa keingintahuanya itulah ketika umurnya berjalan enam belas tahun Raden Mas Imam Koesseopangat mulai mewujudkan impianya. Di sela – sela kesibukanya sebagai siswa di SMP 2 Madiun, ia mulai belajar pencak silat di bawah panji – panji Persaudaraan Setia Hati terate. Kebetulan yang melatih saat itu adalah Mas Irsad ( murid Ki Hadjar Hardjo Oetomo ) selang lima tahun kemudian 1959 setelah tamat dari SMA Nasional Madiun ia berhasil menyelesaikan Pelajaran di Persaudaraan Setia Hati Terate dan berhak menyandang gelar pendekar tingkat satu.
Kelak ketika Mas Imam beranjak dewasa, beliau sempat dijuluki sebagai Pendhita Wesi Kuning itu. Yakni seorang yang berdedikasi tinggi, dalam kamus hidupnya tidak ada kata menyerah dalam menghadapi tantangan. Pola hidupnya sederhana meskipun ia sendiri dilahirkan dari keluarga yang bermartabat, penerus trah kusumah rembesing madu amaratapa wijiling handanawarih. Kiatnya “ Sepiro gedhening Sengsoro Yen Tinompo Amung dadi Cobo ” dan kiat itu dihayatinya dijabarkan dalam lakunya sampai akhir hayatnya.
Ia teguh dalam pendiriannya yakni mengabdi pada sesama maka orang – orangpun memberi julukan “ Pendhita Wesi Kuning ” ( konon julukan ini mengacu pada warna wesi kuning sebagai senjata kedewataan yang melambangkan ketegaran, kesaktian, kewibawaan sekaligus keluhuran ).
Dalam Sejarah SH Terate dan Persaudaraan Sejati,disebutkan Tahun 1959,Mas Imam,panggilan akrab Raden Mas Imam Koessoepangat, mulai melatih. Tarmadji ( sekarang Ketua Umum SH Terate Pusat Madiun ) adalah anak didik langsung Raden Mas Imam Koessoepangat. Menurut penuturan Tarmadji, beliau adalah sosok pendekar yang santun dan berwibawa. Jika melatih di depan siswanya, beliau cukup tegas, keras dan disiplin. Ucapan dan perilakunya konsisten. Jika bilang “ A ” maka yang beliau lakukan juga “ A ”.
Selama Mas Madji ( panggilan akrab Tarmadji ) dilatih beliau, senam dan jurus yang diajarkan beliau adalah senam dan jurus yang sampai sekarang diajarkan kepada siswa SH Terate. Sejak saat itu pula, gerakan yang diberikan kepada siswa SH Terate adalah gerakan senam dan jurus yang diberikan Pak Irsyad kepada Mas Imam, dan diturunkan kepada siswa beliau. Dalam perkembangannya, senam dan akurasi jurus pada era Pak Irsyad ini yang akhirnya dijadikan gerakan baku pencak silat SH Terate.
Pada tahun 1963, untuk pertamakalinya dikumandangkan Mars SH Terate pada acara Pagelaran Seni Budaya di Gedung Bioskop Basuki Jl. Sulawesi ( sekarang Tegel Dewasa ). Syair Mars SH Terate digubah oleh Raden Mas Imam Koessoepangat, sedangkan arensemennya dikerjakan Ady Yasco. Saat itu Mas Imam Koessoepangat berpesan : Pancasila merupakan ideologi bangsa Indonesia, pemersatu bangsa Indonesia. Kalau Pancasila dirubah, Mas Imam Koessoepangat mengaku tidak rela dan akan mempertahankan bersama – sama dengan pendekar SH Terate.
Tahun 1963, Raden Mas Imam Koessoepangat berhasil mengesahkan anak didik pertama. Yakni, Tarmadji ( sekartang menjabat sebagai Ketua Umum SH Terate Pusat Madiun), Abdullah Koesno Widjojo, Soediro, Bibit Soekadi, Soedarso, Soedibyo, Soemarsono dan Bambang Tunggul Wulung. Dari kedelapan anak didik pertama Mas Imam ini, hingga buku ini ditulis tahun 2013, yang masih hidup tinggal dua orang. Mereka adalah, Tarmadji dan Soedibyo ( tinggal di Jakarta ).
Perlu ditegaskan lagi,Mas Tarmadji adalah anak didik langsung Mas Imam.Sejak latihan dan disyahkan, pelajaran Pencak Silat yang diterima dari Mas Imam saat itu adalah pelajaran pencak yang sudah disempurnakan pada era Pak Irsad. Yakni, senam 1 ( satu ) sampai dengan 90 ( Sembilan puluh ). Jurus yang sudah disempurnakan, pasangan, kemudian sambung persaudaraan.
Maknanya, sejak Mas Imam Koessoepangat melatih, hingga beliau memimpin SH Terate, yang diajarkan beliau adalah senam dan jurus baru. Sedangkan jurus lama tidak lagi digunakan. Sebab, seperti yang dipesankan Mas Imam Koessoepangat kepada Mas Madji, jurus Djoyo Gendilo Ciptomulyo itu miliknya SH Winongo.
Di sela – sela pelajaran itu diberikan permainan kripen, permainan toya. Terakhir di didik kerokhanian atau kebatinan. Istilahnya ilmu “ kang aweh reseping ati “ ( ketenangan batin ). Kemudian berkembang lagi ada pelajaran osdower.
Sementara itu, bagi saudara saudara kadang SH Terate yang mempelajari ilmu kebatinan dan kanuragaan,ibaratnya ngelmu amrih dibacok ora tedas ( mempelajari ilmu kekebalan ), ditembak lakak – lakak ( ditembak malah tertawa ), tidak pernah dipermasalahkan, dengan catatan,ilmu yang dipelajari itu dipergunakan hanya untuk pengayaan ke- ilmuan secara pribadi dan tidak memasukannya ke kurikulum pelajaran ke- ilmuan di SH Terate.
Masih di tahun 1963, ada peristiwa penting yang patut disampaikan dalam catatan ini. Pasalnya, momen ini dipandang sebagai tonggak penguat perkembangan SH Terate. Yaitu, turunnya para pendekar SH Terate ke gelanggang Adu Bebas.
Gelanggang Adu bebas pada tahun enam puluhan merupakan even bergengsi, bagi pendekar persilatan di Madiun dan sekitarnya. Even ini merupakan arena pertandingan kelas laga dengan sistem full body contact (pertarungan antar pesilat tanpa pelindung ).
Boleh di bilang even ini,merupakan ajang perkelahian para pendekar pilih tanding yang diatur dengan sistem pertandingan dan ditonton orang banyak.
Dulu selain dijadikan ajang pamer kesaktian even yang digelar setahun sekali di halaman Kantor eks Karesidenan Madiun itu, juga dijadikan media promosi perguruan Pencak Silat untuk menggaet peminat. Fakta empiris, perguruan Pencak Silat yang berhasil memenangkan pertandingan, jumlah muridnya pasti akan semakin banyak.
Saat itu Raden Mas Imam Koessopangat jadi jagonya Setia Hati Terate, disamping Parno Ramelan dan Sudarso. Di arena laga bebas itu Mas Imam Koessoepangat berhadapan dengan Kyai Soekoco dari SH Tuhu Tekad, Seh wulan, Dagangan. Seorang pendekar yang dikenal digdaya dengan postur tubuh yang jauh lebih tinggi jika dibanding Mas Imam. Selain itu, Kyai Soekoco ini juga dikenal pendekar yang kebal, pilih tanding dan berpengalaman serta beberapa kali memenangkan aven adu bebas.
Menurut Mas Madji, sebenarnya saat itu beliau juga berniat ikut turun ke gelanggang. Tapi Mas Imam tidak menghizinkan. Alasannya, usianya masih terlalu muda. Beliau hanya ditugasi membawa keris Kyai Luwuk dan dipesan agar keris itu tidak pindah tangan selama Mas Imam bertanding.
Awalnya, sejumlah tokoh SH Terate meragukan Mas Imam. Malah sempat menyarankan agar Mas Imam tidak turun ke gelanggang. Tapi terbukti beliau berhasil mematahkan keraguan saudara – saudara SH Terate. Pada ronde ronde awal, laga berlangsung seru. Kedua pendekar itu bertanding cukup imbang. Beberapa kali tendangan dan pukulan Mas Imam mengenai tubuh Kyai Koco cukup telak. Tapi Kyai Koco hanya menanggapi dengan senyum. Jelas itu menandakan Kyai Koco memang pendekar yang kebal dari rasa sakit akibat pukulan dan tendangan.
Memasuki ronde terakhir, Mas Imam berhasil mengunci tubuh Kyai Koco. Saat itu juga Mas Imam berteriak agar wasit juri melakukan penghitungan. Meski berupaya melepaskan diri dari kuncian, Kyai Koco tidak berhasil. Akhirnya dewan juri memutuskan, pertandingan itu dimenangkan oleh Mas Imam.
Tahun 1965, Mas Imam menjadi Ketua Banteng Dwikora. Namun saat itu beliau berpesan pada Mas Tarmadji, bahwa keikutsertaan beliau hingga menjabat sebagai Ketua Banteng Dwikora sudah masuk wilayah pribadi Mas Imam dan beliau sendiri tidak membawa SH Terate ke dalam urusan pribadinya.
Tahun 1967, Raden Mas Imam Koesoepangat mesu budi ( tirakat atau laku ikhtiar ), melakukan puasa selama 7 ( tujuh ) hari tujuh malam di dalam kamar. Kecintaan beliau pada SH Terate mendorong Mas Imam sering tirakatan, meminta petunjuk kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa.
Sebelum masuk ke dalam kamar,Mas Imam meminta Mas Tarmadji menjaga di depan pintu.Saat itu beliau berpesan,kalau di hari ke-7 (tujuh) beliau tidak keluar,Mas Tarmadji diminta mendobrak pintu kamar dan masuk ke dalam.
Tepat pada hari ke – 7, Mas Imam keluar kamar dengan kondisi sempoyongan. Dengan suara terbata bata, beliau meminta Mas Madji mencarikan air kunir asam untuk minum. Beberapa saat setelah meminum air kunir asam, beliau berkata, “ njenengan eling – eling Dik, njenengan titeni, mbenjing titi wancine SH Terate ageng Dik. Ning kula mboten nemoni. Mbenjing sing nemoni Dik Madji. Sing mimpin njih Dik Madji. Ageng Dik, ngluwihi paguron paguron liyane. ( Kamu ingat ingat ya Dik. Kamu perhatikan. Besok jika sudah sampai waktunya, SH Terate bakal berkembang pesat menjadi besar. Tapi saya tidak melihat. Besok yang melihat Dik Madji. Yang memimpin juga Dik Madji. SH Terate besar Dik, melebihi perguruan pecak silat lainnya ).
Menurut Mas Tarmadji, beliau hanya diam mendengar ungkapan Mas Imam saat itu. Beliau tidak begitu paham apa maksud ungkapan Mas Imam tersebut. “ Saat itu saya hanya berpikir Mas Imam berkata seperti itu hanya untuk membesarkan hati saya,” ujar Mas Madji.
Hari hari berikutnya, Mas Madji sering diajak menemani Mas Imam laku tirakat. Banyak lokasi ritual yang dikunjungi. Dari Segara Kidul ( Laut Selatan ), Harga Dumilah di Puncak Gunung Lawu hingga ke Gunung Srandil.
Namun terkait ini Mas Madji menegaskan, laku tirakat atau tapa brata yang dilakukan Raden Mas Imam Koesoepangat lebih dititikberatkan pada laku pribadi, sebagai pengayaan keilmuan pribadi Mas Imam sendiri dan beliau juga tidak pernah memaksakan diri memasukkan ke kurikulum pelajaran di SH Terate.
Tahun 1974 SH Terate menggelar kongres di Madiun.Hasil konggres ini antara lain :
- Mengangkat Raden Mas Imam Koesoepangat sebagai Ketua Pusat dan Bapak Soetomo Mangkoedjojo sebagai Ketua Dewan Pusat.
- Musyawarah juga sepakat menjadikan kedaulatan tertinggi organisasi di tangan anggota dan selanjutnya dapat disuarakan lewat wakilnya dalam setiap konggres.
Konggres pertama Persaudaraan Setia Hati Terate juga menghasilkan ikrar bersama: Barangsiapa menggangu gugat Pancasila, seluruh Keluarga Besar SH Terate akan tetap membela sampai titik darah penghabisan.
Sejak saat itu jabatan ketua terus disandangnya. Baik sebagai Ketua Pusat Maupun Ketua Dewan Pusat. Pada tahun 1981 misalnya, awal pertama muncul kebijakan pembagian kewenangan tampuk pimpinan SH Terate, Raden Mas Imam Koesoeangat mengemban tanggung jawab di Bidang Ideal ( Kerohanian ) dan menjabat sebagai Ketua Dewan Pusat. Sementara H.Tarmadji Boedi Harsono menjawab sebagai Ketua Umum yang membidangi Bidang Profesional ( Organisasi dan Pengembangan ).
Gagasan pembagian kewenangan pimpinan SH Terate pada era Mas Imam masih sugeng ini, kembali dijalankan saat serkarang ini ( Tahun 2014 ). Mempertimbangkan usia Mas Tarmadji dan keterbatasan beliau, kewenangan pimpinan SH Terate dibagi dua. Yakni Bidang Ideal ( yang tetap dipegang oleh Mas Tarmadji dan Bidang Profesional ( Organisasi dan Pengembangan ), diamanatkan kepada Kol ( Purn ) Ricard Simorangkir.
Tahun 1985, Ibu kandung Raden Mas Imam Koesoepangat ( Ibu Ambar Koesensi ) meninggal dunia. Saat itu, Mas Imam kelihatan berduka dan mengalami kesedihan sangat mendalam. Beliau bahkan sampai perpamitan pada Mas Tarmadji ) ingin menyusul ibunda tercinta. “ Saya mau nyusul Ibu, Dik! ” kata Mas Imam.
Ini adalah untuk kedua kalinya Mas Imam pamit pada Mas Madji. Dulu, saat adik kandung beliau, ( Mas Gegot ), meninggal dunia, tahun 1966.Saat itu beliau juga menguatarakan niatnya menyusul adik tercinta ke alam baka.
Niat Mas Imam menyusul Ibunda ke alam kelanggengan juga diutarakan beliau kepada kerabatnya. Bahkan, sudah pamitan ke keluarga. Melihat kemauan beliau, Mas Madji diminta merayu Mas Imam untuk mengurungkan niatnya. Saya katakan di depan beliau saat itu, bahwa tenaga dan pikirannya masih sangat dibutuhkan SH Terate.
Mendengar alasan Mas Madji, Mas Imam menjawab,” Injih Dik, kulo manut. Nanging ampun dangu dangu. Ampun luwih saking 1000 dinten sedane Ibu, ” ( Iya Dik,saya manurut. Tapi jangan lebih dari seribu hari kematian Ibu ).
Apa yang diungkapkan Mas Imam itu ternyata benar. Pada Hari Senin,tanggal 16 November 1987, Raden Mas Imam Koessoepangat meninggal dunia, pada usia 49 tahun kurang dua hari. Dua hari sebelumnya, tepatnya malam Jumat, Mas Madji bersama istri ( Ny. Hj. Ruwi Tarmadji ) sowan ke kediaman Mas Imam, di Paviliun Kabupaten Madiun. Malam itu, Mas Madji melihat kondisi beliau sangat lemah. Saya bertanya,” Mas Imam sakit ya ? ” Beliau menjawab,” Gak, Dik . Saya berkata lagi,” Injih, Mas Imam sakit ! Jangan – jangan Mas Imam mau mendahului saya.”
Mendengar kata – kata saya itu, Mas Imam tersenyum. “ mboten Dik. Mpun, mangke dinten Senin enjing kemawon Dik Maji kulo timbale mriki.” ( Tidak, Dik.Saya Tidak Sakit. Sudahlah, nanti hari Senin pagi saja,Dik Madji saya panggil ke sini ). Malam itu, beliau juga sempat berpesan agar pada Mas Madji untuk tetap setia dan aktif membesarkan SH Terate.
Sepulang dari rumah Mas Imam, Mas Madji mampir ke tempat Pak Marwoto dan berpesan agar saudara – saudara SH Terate yang kebetulan ada disitu untuk mampir ke Mas Imam. Saya katakan pada mereka kondisi Mas Imam tidak seperti biasanya. Hari Senin pagi, apa yang saya khawatirkan ternyata benar terjadi. Kondisi Mas Imam drop, hingga harus dilarikan ke rumah sakit. Dan pagi itu juga beliau pergi meninggalkan kita, menghadap Allah Subhanahuwata’ ala. Jenazah beliau dimakamkan di Makam Taman, Kota Madiun. Setia Hati Terate sangat kehilangan. Tapi karena semua itu kehendak Allah, kita harus tetap merimanya.
Ajaran Raden Mas Imam Koessoepangat
Manusia adalah makhluk yang paling mulia, karena manusia diberi akal dan nafsu, sedang makhluk lain ada yang hanya diberi akal dan ada yang hanya diberi nafsu.
– Nafsu Mutmainah adalah berbuat kebaikan ( Nafsunya Malaikat ).
– Nafsu Supiyah adalah iri, dengki ( Nafsunya Syaiton ).
– Nafsu Lawwamah adalah rakus ( Nafsunya Binatang ).
– Nafsu Amarah adalah pemarah ( Nafsu Syaiton ).
Dan bersyukurlah manusia diberikan semua keempat nafsu.Namun harus hati – hati menggunakan keempat nafsu, karena keempat nafsu itu ada keburukan dan kebaikannya, harus sesuai dengan suasana dan tempat ( empan lan papan ).
Dalam ilmu Jawa ” papat kiblat limo pancer “. Yang empat adalah nafsu dan pancer adalah diri kita. Jadi bagaimana kita bertindak dalam kehidupan sehari-hari,menuruti nafsu yang mana. Manusia diciptakan hanya untuk beribadah kepada Allah Swt. Seperti yang terkutip dalam Al- Qur’an : “ Manusia dan jin diciptakan hanya untuk beribadah kepadaku ”.
Sebetulnya letak semua permasalahan didunia ada disini.Manusia dalam menjalankan segala aktifitas hidupnya harus punya niat untuk beribadah.Pertama kali semua perbuatan manusia yang di nilai adalah niatnya sesudah itu baru perbuatannya.Maka dari itu apabila kita hendak menjalankan aktifitas hidup hendaknya berniat untuk beribadah “Karena Allah” (Lillahi ta’ala),aku akan menjalankan tugas hidup “Bismillahirohmannirohim”.Apabila ini semua dapat dilaksanakan maka baru dapat dikatakan manusia berbudi luhur ( dalam Islam disebut bertaqwa ). Puncak segala macam ibadah dalam Islam adalah Taqwa.
Manusia berbudi luhur adalah manusia yang berbakti kepada :
- Tuhan Yang Maha Esa
- Kedua orang tua
- Guru
Berbakti kepada Tuhan YME adalah menjalankan segala perintah dan menjauhi segala larangannya seperti yang tercantum dalam Al-Qur’anul Karim.Namun bagi orang Islam tidak hanya itu dan lebih baik pula untuk menjalankan sunnah Nabi Muhammad saw.
Karena tuntunan hidup manusia Islam dlam penjabaran dilaksanakan oleh Nabi Muhammad saw. Beliau adalah ibarat Al-Qur’an berjalan. Berbakti kepada kedua orang tua adalah juga merupakan kewajiban kita, karena mereka berdualah kita ada dan keluar ke dunia ini. Betapa berat mereka ( terutama ibu ) mengandung kita selama +9 bulan, serta membesarkan kita hingga dewasa. Betapa besar pengabdian mereka untuk membimbing kita, memberikan penghidupan kita, hingga kita dapat hidup mandiri tanpa bantuan mereka lagi. Pengabdian yang tidak dapat diukur berapa jumlah dan panjangnya.Dan kita tidak bisa membalas budinya hingga impas dengan apa yang mereka berikan kepada kita. ( HR. Muslim ” Surga itu ada ditelapak kaki ibu “). Memahami dari hadits tsb bahwasannya surga itu ada di telapak kaki ibu, betapa besar dan agung seorang ibu menurut Islam.Hendaklah kita bersujud / sungkem kepada ibu.
Dan kewajiban pula sebagai seorang anak adalah mendoakan kedua orang tua baik waktu masih hidup maupun sudah meninggal.Terkutip dalam Qur’an ” terputuslah amal perkara seseorang ketika ia mati kecuali tiga perkara : Sodakoh Jariyah, anak soleh yang mendo’akan orangtuanya, ilmu yang bermanfaat.
Berbakti kepada Guru adalah juga merupakan kewajiban kita karena kita telah bertahun-tahun dibimbing untuk menimba ilmu agar kita pandai, mengerti, memahami serta mengamalkan ilmu yang telah kita peroleh.” Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa “. Menilik dari mutiara tersebut sangatlah sesuai dengan apa yang telah diberikan guru untuk kita hingga kita menjadi orang yang bermanfaat bagi agama,nusa bangsa dan seluruh umat manusia.
Guru bukanlah hanya disekolah semata namun semua orang yang telah memberikan bimbingan ilmu kepada kita adalah guru. ” Guru digugu lan di tiru ” makna yang agung bagi sebutan seorang guru, karena ia contoh suri tauladan bagi para bimbingannya.
Namun tidak terlepas dari unsur Islam manusia berbudi luhur adalah manusia yang Eling marang Pangeran Kang Maha Dumadi.Dan perbuatannya dapat dijadikan suri tauladan bagi sesamannya.Jati diri manusia, ” manunggaling kawulo gusti ” dalam istilah Jawa merupakan ilmu Jawa tingkat tinggi. Manusia yang sudah bisa merasakan adanya Tuhan dalam dirinya sendiri. Manusia seperti ini dalam segala tindak tanduknya selalu di ilhami oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Apa yang dikerjakan sesuai dengan apa yang di rasakan.
Manusia itu punya bentuk batin yang tidak kelihatan oleh orang lain namun kelihatan oleh dirinya sendiri. Namun begitu tidak semua orang bisa melihat bentuk batinnya ini, kalau tanpa melalui lelaku. Dengan lelaku inilah manusia baru bisa melihat bentuk batinnya sendiri. Laku ini berat untuk di jalani bagi orang awam.Namun orang yang bisa menjalaninya berarti orang ini dapat dikatan orang linuwih.
Hal laku ini seperti yang pernah dijalani dalam cerita pewayangan yaitu Brataseno ( Bimo ) ketemu Dewa Ruci. Dewa Ruci adalah bentuk batinya Bimo sendiri maka dalam pewayangan Dewa Ruci digambarkan Bimo kecil ( Semua bentuk tubuhnya mirip Bimo namun kecil ). Betapa berat laku yang dijalani Bimo sehingga dia menemui bentuk batinnya sendiri, sehingga ia bisa ” manunggaling kawulo gusti “, bisa merasakan adanya Tuhan dalam dirinya.
Badan manusia, hartanya semua ini adalah titipan Allah semata yang harus dijaga agar tidak diganggu oleh orang lain maupun makhluk lain. Manusia diberi kepercayaan untuk menjaganya dan yang dipercaya juga harus memberikan tindakan nyata atas kepercayaan yang telah diberikan. Yakni menggunakan badan serta harta untuk tujuan kebaikan, jangan digunakan hanya untuk kesenangan dan kenikmatan semata, sebab titipan ini tidak untuk dibuat kesenangan dan kenikmatan akan tetapi digunakan untuk hal-hal yang mendatangkan barokah. Agar kelak dikemudian hari apabila titipan ini diambil kembali oleh yang punya, tidak akan disiksa, karena salah menggunakan titipan.
“ Manusia dapat dimatikan,manusia dapat di hancurkan tetapi manusia tidak dapat dikalahkan selama manusia itu masih percaya pada dirinya sendiri ”. Manusia dapat dimatikan oleh orang lain kalau ia dibunuh, dapat pula dihancurkan missal ia dibakar atau digilas akan tetapi manusia tidak dapat dikalahkan kalau manusia itu masih percaya pada dirinya sendiri ( batinnya sendiri ).
Batin inilah puncak segala kekuatan manusia karena batin manusia akan selamanya benar, belum pernah ada cerita kalau batin manusia itu bohong atau salah. Karena memang batin adalah hati kecil paling dalam yang tidak akan pernah berbuat kesalahan, Hati kecil ini memang diciptakan oleh Allah Swt, agar manusia percaya pada dirinya sendiri sehingga akan terhindar dari bujukan dan rayuan syaiton. Manusia berbuat benar karena Allah, manusia berbuat salah karena nafsu kemungkaran hasil bujukan syaiton. Namun sesungguhnya kalau manusia mau percaya pada hati kecilnya sendiri tentunya tidak akan berbuat salah.
Walaupun kita sudah mati dan berada di alam kubur kebenaran yang ada pada diri kita akan tetap hidup untuk selamanya, karena kebenaran adalah milik Allah Swt. Dan apabila kita mati dalam kebenaran tentunya hati kita di alam barzah akan mendapat ketenangan dan kedamaian.
Sesuai dengan janji Allah Swt, seperti terkutip dalam Al-Qur’an ” Orang yang berjuang dijalan Allah ( kebenaran ) akan mendapatkan sorga sebagai penggantinya “. Dalam Islam jati diri manusia ya manusia itu sendiri bentuk lahir batinnya.
Islam tidak mengajarkan manusia untuk menjalankan laku seperti dalam ilmu Jawa.
Bagaimana manusia itu akan bertindak ya dia sendiri yang menentukan. Manusia hidup sudah ditakdirkan dalam “Lauful Makhfud” Manusia tidak tahu dan tidak bisa merubah takdir ini. Manusia hanya bisa merubah nasibnya, karena nasib manusia berada ditangan manusia itu sendiri. Manusia hidup hanya dicipta untuk beribadah semata, Islam is rasional.
Nabi dalam sunahnya juga tidak pernah mengajarkan manusia untuk bertapa seperti dalam dongeng. Manusia hanya diwajibkan islah, hijrah (menyendiri,meninggalkan tempat) apabila dalam suatu kaumnya sudah rusak ( tidak bermoral ) namun sudah diberi peringatan juga tidak mau berubah. Hanya kita disunahkan untuk banyak berdzikir dan beribadah.Dalam setiap kesempatan apapun rasanya kita bisa menjalankan kedua hal tersebut. Namun kadang kita lupa, karena semakin banyaknya kebutuhan hidup dan semakin rumitnya hidup ini.
Jatidiri dalam Islam adalah manusia yang ber-taqwa, karena kunci menjadi manusia Islam sejati adalah Taqwa. Manusia dihadapan Allah Swt, yang dinilai bukanlah harta, isteri, anak, namun hanya ketaqwaannya.
Manusia yang sudah bisa menjalankan perintah serta menjauhi larangannya. Seperti Nabi atau alim ulama lainnya yang patut dijadikan contoh. Manusia yang seperti inilah yang sudah bisa menemukan jatidirinya. ” Nrimo ing pandum ” ( menerima apa adanya sesuai dengan pemberian rizki dari Allah Swt ).
Manusia yang tidak iri atau dengki melihat orang mendapat kesenangan dan kenikmatan. Apabila ia mendapat kenikamatan rizqi ia bersyukur dan apabila ia mendapat kesusahan rizqi ia pun tetap bersyukur dan tidak mengeluh. Apa yang dihadapannya dan apa yang dikerjakannya adalah merupakan takdir semata.
” Sepiro gedhening sengsara yen tinampa among dadi coba “.
No comments:
Post a Comment